Tuesday, 18 June 2024

TUJUAN DAN FUNGSI PENCIPTAAN MANUSIA DI BUMI



HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH

Di dalam al-Qur’an, Allah menjelaskan bahwa ada beberapa tujuan dan fungsi penciptaan manusia yaitu : pertama sebagai Kha lifah (wakil Tuhan di bumi), kedua sebagai (pengabdi Allah) (Nizar, 2000 : 17).

1. Manusia Sebagai Khalifah

            Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan Allah adalah sebagai pengemban amanat Allah QS. Ar-Rum ayat 72. karena manu sia sebagai pengemban amanat Allah, maka manusia diberikan kedudukan sebagai Khalifah-Nya, QS. Al-Baqarah ayat 30 yang Artinya : “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “ Mengapa engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”

            Al-Maraghi sebagaimana dikutip oleh Samsul Nizar, menafsirkan kata khalifah dalam ayat diatas dengan dua pengertian yaitu: pertama, khalifah adalah pengganti, yaitu pengganti Allah untuk melaksanakan titah-NYA di dunia ini, kedua, kata khalifah diartikan sbagai pemimpin. Yaitu pemimpin yang diserahkan tugas untuk mem impin diri dan makhluk lainnya serta memakmurkan dan mendaya gunakan alam semesta dalam kepentingan manusia secara kese luruhan atau bersama. Pendapat ini dipertegas oleh Muhammad Iqbal dengan mengatakan bahwa manusia sebagai khalifah diberikan man date untuk mengatur dunia dengan segala isinya. 

            Dengan tugasnya sebagai khalifah, maka timbul implikasi dan konsekuensi yang harus dimiliki manusia, yaitu kemampuan untuk memahami apa yang akan diatur dan dipimpimnnya, yaitu alam se mesta ini. Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah membekali manusia dengan berbagai potensi. Di samping itu, alam dengan segala isinya ini diciptakan oleh allah adalah untuk kepent ingan manusia QS. Al-Baqarah ayat 29, QS. An-Nahl ayat 80-81, QS, Lukman ayat 20

2. Manusia Sebagai Abdullah (Pengabdi Allah).

            Istilah ‘Abd (hamba) mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian ritual kepada Allah dengan keikhlasan, QS. Adz-Zariyat, ayat 56 yang artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-ku ”

            Secara lebih luas kata ‘Abd sebenarnya meliputi seluruh aktifitas manusia dalam kehidupannya. Dalam agama Islam segala aktivitas manusia dapat bernilai ibadah apabila pelakunya berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah (idza nawa bihi failuha at Taqarrub ilallah).

            Jadi penghambaan terhadap Allah, bukan dalam arti sempit dengan hanya melakukan hubungan vertical (hablumanallah) yang dilambangkan dengan ibadah ritual saja. Justru lebih dari hal tersebut, ibadah adalah hubungan horizontal (habluminannas), yaitu segala aktifitas yang dikerjakan ketika menjalin hubungan dengan sesame makhluk, baik dalam aspek hukum, akonomi, ataupun social. 

            Ketika manusia mampu menjalin hubungan yang baik dengan Allah (habluminallah) dan hubungan dengan sesame manusia (habluminannas), maka manusia dapat mewujudkan tujuan akhir penciptaannya sebagai manusia yang sempurna (insan kamil). 

3. Konsep Insan Kamil 

            Mengenai kesempurnaan diri manusia dalam Isalam telah ban yak diungkapkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an, diantaranya isyarat ten tang penciptaan manusia sebagai wakil Tuhan (khalifah) di muka bumi. Ayat-ayat tersebut antara lain QS. At-Tin (94) ayat 4-6 yang artinya : 

 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang ser endah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus putusnya”. 

            Walaupun manusia memiliki potensi kesempurnaan sebagai gambaran kesempurnaan citra Illahi, tetap kemudian, ketika ia terjatuh dari prototype ketuhanan, maka kesempurnaan tersebut semakin berkurang (Yunasril: 1997 : 3). 

            Istilah insan kamil terdiri dari dua kata: al-insan yang berarti manusia dan al-kamil yang berarti sempurna. Istilah insane kamil secara teknis muncul dalam literature Islam di sekitar awal abad ke 7H/13M atas gagasan Ibn Arabi (w. 638 H/ 1240 M) yang digunakan untuk melabeli konsep manusia ideal yang menjadi lokus penampa kan dari Tuhan. 

            Namun dari hasil penelitian awal, Yunasril (1997: 3) berpendapat bahwa subsatansi konsep insane kamil itu, sebenarnya telah muncul dalam Islam sebelum Ibnu “Arabi, hanya saja konsep konsep tersebar tidak menggunakan istilah insane kamil. Pada awal abad 3 H muncul Abu Yazid al-Busthami (w. 264 H/ 877 M) yang membawa konsep al-wali al-kamil (wali yang sempurna). Menurutnya manusia sempurna adalah orang yang telah mencapai ma’rifat Tuhannya. Ma’rifat yang sempurna akan membuat wali fana (sirna) dalam nama Tuhan sehingga sang wali dapat mengetahui rahasia rahasia Tuhan masa lalu dan masa yang akan datang (Yunasril, 1997: 6).

Labels: , , , , , , ,

Sunday, 16 June 2024

Makalah hakikat manusia sebagai mahluk berfikir persfektif AlQuran

          


 Manusia merupakan ciptaan Allah SWT., yang paling sempurna di muka bumi ini. Manusia diberi kelebihan oleh Allah dibanding makhluk ciptaan yang lain, sehingga dengan kesempurnaan yang manusia miliki merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka bumi ini.

            Dalam pandangan Islam, manusia diciptakan oleh Allah dari sari pati tanah, kemudian tanah tersebut dijadikan air mani (sperma) yang ada pada seorang laki-laki, setelah terjadi persemaian antara sperma (dari seorang laki-laki) dengan indung telur (dari seorang perempuan), maka selanjutnya terjadi pembuahan di dalm rahim seorang perempuan, kemudian menjadi janin yang tumbuh berkembang didalamnya hingga akhirnya menjadi manusia sempurna. Dalam hal ini Allah ta’ala berfirman (QS. 23, Al-Mukminun ayat 12-14) yang Artinya :Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati (yang berasal) dari tanah. Kemudian saripati itu kami jadikan air mani (yang disimpan) di tempat yang kokoh (yakni rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segenggam daging, dan segenggam daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan itu sebagai makhluk (yang berbentuk) lain. Maka maha suci allah, sebaik-baik pencipta” (Depag. Al-Qur”an dan Terjemah, 2005 : 527).

            Berbagai disiplin ilmu telah lahir dan berkembang akibat dari kajian tentang manusia. Namun demikian, pertanyaan mengenai siapakah manusia dan apakah hakekat manusia yang sebenarnya tidak pernah, bahkan tidak akan terjawab secara tuntas dalam kajian berbagai disiplin ilmu tersebut. Dalam sejarah kemanusiaan manusia selalu menjadi subjek dan objek atas pertanyaan siapa dirinya, al-Qur’an surat al-Dzariyat/51 ayat 21 mempertegas maksud dari pernyataan ini,….wa fi anfusikum afala tubsirun?

            Muthahhari (1993) dalam penelitiannya mengungkapkan be berapa mazhab atau golongan yang mencoba “mendefinisikan” manusia dengan berbagai sudut pandang dan titik beranjak yang ber beda, sehingga mereka berbeda pula dalam kesimpulannya tentang siapakah manusia itu. Diantara mazhab tersebut adalah mazhab filosof dan mazhab sufisme.

            Para filosof, termasuk filosof Yunani sebagai pengurai awal kajian manusia, seperti Pythagoras (W. 600 SM), Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) telah berusaha mengenalkan siapakah manusia itu, namun kajian-kajian awal ini masih belum memuaskan. Sebagai refleksi dari kajian awal ini, pada akhirnya muncul para filosof modern di Barat yang juga berusaha menampilkan berbagai tafsir ten tang manusia. Diantara tokoh tersebut adalah Friedrich Nietzsche (1844-1900), ia mengatakan bahwa manusia sempurna (super man/overman), adalah manusia yang memiliki kekuasaan dan kebebasan. Nietzsche tidak menghubungkan manusia sempurna dengan Tuhan, karena menurutnya Tuhan telah mati. Agama hanya lah buatan orang-orang lemah untuk dapat melindungi dirinya dari orang yang kuat. Pendapat yang hampir semakna dengan pendapat di atas , dikemukakan oleh Karl Mark(1818-1883), namun dalam be berapa hal ini berbeda, misalnya ia mengatakan bahwa agama dicip takan oleh orang kuat untuk menindas orang lemah. Di sisi lain, Ar thur Schopenhauer (1788-1868 M) mengatakan bahwa manusia yang merupakan produk tertinggi dari dunia merupakan makhluk yang termalang dan kemalangan tersebut akan sirna jika manusia men galami kematian. Pandangan Athur lahir dari konsepnya tentang dunia yang dia anggap sebagai penuh kemalangan dan kesengsaraan (Asnawi, 2008 : 1-2)

            Secara lebih detail para psikilog dengan tokohnya Sigmund Freud dan Behaviorisme dengan tokoh semisal Watson & Skiner serta aliran Empirisme dengan tokohnya Hobbes mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang tidak berbeda jauh dengan binatang, yaitu ma khluk yang digerakkan oleh mekanisme asosiasi diantaranya sensasi sensasi yang tunduk pada naluri biologis, tunduk pada lingkungan dan hukum gerak dan tak ubahnya mesin tanpa jiwa.

            Dalam konteks filsafat Islam, muncul Ibn Sina dan filosof awal lainnya yang memandang bahwa hakekat manusia terletak pada kualitas mentalnya dan kemampuan berpikirnya. Mazhab yang lain adalah mazhab tasawuf atau mazhab cinta. Cinta dalam konteks tasawuf menurut Muthahhari adalah pengabdi an penuh cinta kepada Alloh. Tidak seperti mazhab filosof yang merupakan mazhab pemikiran (intelek) tanpa gerakan, mazhab ta sawuf justru penuh dengan praktek dan gerakan. Bahkan menurut Muthahhari gerakannya tersebut lebih bersifat vertical ketimbang horizontal, kedati pada akhirnya ia akan mengambil arah horizontal. Mereka tidak mempercayai penalaran dan pemikiran sebagai sarana kemajuan, menurut mereka roh manusialah yang bergerak mencapai Tuhan. 

            Ungkapan hakikat manusia mengacu kepada kecenderungan tertentu secara berurutan dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak berubah-ubah. Yaitu identitas esenseal yang menyebabkan sesuatu menjadi dirinya sendiri. Dalam kaitannya dengan bab ini, manusia pada dsarnya adalah ma khluk yang memiliki kemampuan yang dapat menggerakkan hudpnya untuk dapat memenuhi keutuhan-kebutuhannya. Baik kebutuhan secara individu maupun secara social. Contoh kebutuhan secara indi vidu adalah kebutuhan primer seperti sndang, pangan, dan papan. Dalam memenuhi kebutuhan primer, manusia tidak mungkin mendapatkannya secara individu, karena keterbatasan manusia ter sebut. Maka dibutuhkannya manusia yang lain seperti petani yang menghasilkan padi, penjahit yang membuat pakaian, tukang bangunan yang membuat rumah, dan lain-lain. Interaksi-interaksi antar manusia ini ,menghasilkan pola social yang mengharuskan manu sia satu dengan lainnya saling mengenal walaupun tidak selamanya terikat. 

            Manusia sebagai makhluk social memiliki fungsi bilogis, proteksi, sosialisasi atau pendidikan. Kategori fungsi biologis adalah manusia hidup salah satunya untuk mengembangkan keturunan. Dibutuhkan saling mengenal antara satu individu (laki-laki) dengan individu yang lain (perempuan). Dalam hal fungsi proteksi, manusia membutuhkan rasa aman, rasa aman tersebut tidak mungkin bias dating dari diri sendiri, maka dibutuhkanlah manusia yang lain dalam wujud lingkungan masyarakat yang aman. Dalam bidang sosialisasi atau pendidikan, manusia membutuhkan suatu pengajaran atau ilmu yang dapat membuat hidupnya lebih baik, fungsi inilah yang menjadi pokok hakikat manusia tersebut, karena perkembangan pola piker, moral yang baik, serta tata cara hidup yang benar semuanya ada da lam pendidikan.

            Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk mengekspresi kan dirinya karena dengan pendidikan manusia mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan tujuan yang positif, serta mampu mengontrol perilaku hidupnya. Makna yang terkandung disini adalah bahwa pen didikan bukan hanya sebagai ilmu atau wacana, tetapi isi dalam pen didikan tersebut dijadikan landasan hidup. Inilah yang membuat suatu peradaban manusia menjadi lebih baik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Musa Asy’ari, minimal ada istilah yang digunakan al-Qur’an dalam mengungkap hakekat manusia, yaitu: al-Basyar, al-Insan, al-Nas. (Nizar, 2000: 29).

1. Al-Basyar

            Kata al-Basyar dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al-Basyar berarti kulit kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut penamaan tersebut menunjukkan bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah kulitnya, disbanding rambut atau kulitnya. Pada aspek ini terlihat perbrdaan umum biologis manusia dengan makhluk lainnya yang didomonasi oleh bulu dan rambut. Manusia dalam pengertian Basyar adalah manusia seperti yang tampak pada lahiriah atau fisiknya yang menempati ruang dan waktu, memenuhi kebutuhan biologisnya seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan dan lainnya. Dalam konteks ini, menurut ibn katsir nabi juga disebut basyar (QS. Al –kahfi/18 ayat 110). Dalam al-Qur’an kata basyar yang disebutkan digunakan untuk pengertian lahiriah manusia seperti: (1) untuk pengertian kulit manu sia (QS. Al-Muddatsir/74 ayat 27, s/d 29). (2) untuk pengertian per sentuhan kulit laki-laki dan perempuan atau bersetubuh, (3) untuk menyatakan tentang kematian manusia.

2. Al-Insan

            Kata al-insan yang berasal dari kata al-uns dinyatakan dalam al Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimolo gi kata al-insan dapat diartikan dengan harmonis, lemah lembut, tam pak dan pelupa. Kata ini digunakan untuk menyatakan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Perpaduan antara fisik dan psikis akan menjadikan manusia menjadi makhluk yang berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengembangkan ilmu penge tahuan dan berperadaban serta hal lainnya. Kata al-insan dan yang serumpun dengannya juga digunakan untuk menjelaskan karakteristik dan sifat umum manusia, yaitu: (1) Manusia menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tidak ia ketahui Qs. Al-Alaq/96 ayat 1-5, (2) genbira dapat nikmat dan susah bila dapat cobaan QS. As-Syuura/42 ayat 48, (3) Manusia sering ber tindak bodoh dan zalim, QS. Al-Ahzab/33 ayat 72 (4) Manusia sering ragu dalam memutuskan persoalan, Qs. Al-Maryam/19 ayat 66-67, (5) Manusia adalah makhluk yang lemah QS. An-Nisa’/4 ayat 28 dan masih banyak ayat lainnya.

3. An-Nas

            Kata al-nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kata ini menunjukkan pada eksistensi manu sia sebagai makhluk social secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan dan kekafirannya

            Dalam penggunaan selanjutnya, kata an-Nas digunakan untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai kegiatan untuk mengembangkan kegiatannya, seperti: (1) melakukan kegiatan peternakan QS. Al-Qasas/28 ayat 23, (2) kemam puan melakukan pelayaran dan perubahan social QS. Al-Baqarah/ayat 164 (3) kemampuan manusia dalam memimpin QS. Al-Baqarah/2 ayat 124 dan ketaatannya dalam beribadah Qs. Al-Baqarah/2 ayat 21

         Selain menggunakan tiga istilah yang sudah dijelaskan di atas, al-Qur’an ketika menyebut manusia juga menggunakan kata Bani Ad am. Kata ini terulang sebanyak 7 kali dan tersebar dalam 3 surat. Menurut Thabathaba’i, penggunaan kata bani adam menunjukkan arti pada keturunan nabi Adam a.s.

            Al-Ghazali menguraikan proses penciptaan manusia secara luas dalam kitabnya yang berjudul al-Madnun as-Shagir. Dalam kitab ter sebut al-Ghazali menjelaskan QS. 15/ayat 29, dan QS. 38 ayat 72 yang artinya “ maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya dan kuti upkan kepadanya roh (ciptaan) ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”. 

            Pembentukan (tasywiyah) merupakan suatu proses yang tim bul di dalam materi membuatnya cocok untuk menerima roh. Materi itu merupakan saripatih tanah liat nabi Adam yang merupakan cikal bakal bagi keturunannya. Cikal bakal atau sel benih (nutfah) ini yang semula tanah liat, setelah melewati berbagai proses akhirnya menjadi manusia. Tanah liat berubah menjadi makanan (melalui tanaman dan hewan). Makanan menjadi darah, darah menjadi sperma jantan dan indung telur betina. Sperma jantan kemudian bersatu dengan indung telur betina didalam suatu wadah (rahim) hasil dari persatuan yang terjadi di dalam rahim ini setelah melalui suatu proses transformasi yang panjang mencapai resam tubuh yang harmonis (jibillah) dan menjadi cocok untuk menerima ruh. Ketika terjadi pertemuan antara jasad (materi) dan ruh Tuhan, terbentuklah satu makhluk baru yang bernama manusia.   

  

Labels: ,

Saturday, 15 June 2024

HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAHLUK YANG BERFIKIR

           


              Manusia merupakan makhluk unik. Ia memiliki kekhasan yang tidak dimiliki makhluk-makhluk Allah lainnya. Ia menjadi subyek sekaligus menjadi obyek kajian dan penelitian para filusuf, ilmuan maupun para teolog. Mereka berusaha mencari jawaban tentang hakikat manusia yang terkait dengan pertanyaan-pertanyaan sekitar siapakah manusia, dari mana asalnya, apa fungsi dan perannya dalam kehidupan serta kemana perjalanan manusia setelah kehidupan ini. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat beragam, tergantung pada perspektif ilmu, filsafat maupun agama yang sangat beragam dan yang diyakininya. Meskipun demikian, diantara mereka ada substansi yang mempertemukan keragaman pandangan, yaitu ‘adanya sesuatu yang menjadikan manusia sebagai makhluk unik yang memiliki perbedaan dengan makhluk selain manusia. Menurut sejarah manusia mulai hidup di muka bumi pada 2000-an tahun yang lalu, terkenal sebagai makhluk yang dapat hidupberkelompok, melahirkan anak dan memeliharanya serta mengembangkan kebudayaan. Berbeda dengan hewan yang lebih rendah tingkatannya, manusia sering juga disebut sebagai hewan yang memerlukan pendidikan, dapat dididik, dan dapat mendidik. Manusia yang tersebar di seluruh muka bumi ini memiliki pengalaman yang serupa yaitu melahirkan dan memelihara anak serta mewariskan kebudayaan kepada anak-anaknya. Gejala memelihara anak merupakan gejala universal, namun pemikiran terhadap gejala tersebut tidak sama pada semua masyarakat. Ada masyarakat yang memikirkan pendidikan anak secara rutin tradisional ada yang secara ilmiah, malahan ada pula yang secara filosofis. Pemikiran tentang pendidikan anak yang berbeda-beda tersebut dapat ditemukan dalam berbagai kebudayaan manusia baik yang terdapat dalam masyarakat yang sedang berkembang maupun dalam masyarakat maju

        Manusia merupakan makhluk hidup yang kemudian diberi na ma sebagai homo sapiens sebenarnya telah berevolusi sejak 200.000 – 300.000 tahun yang lalu. Homo sapiens tersebut tersebar dimuka bumi dan berkembang menjadi empat ras pokok yaitu : (1) ras australoid yang hampir kandas dan sisanya kini masih hidup didaerah pedalaman Australia, (2) ras mongoloid yang kini merupakan ras yang ada di benua Asia, (3) ras kaukasoid yang kini tersebar di Eropa, Afrika sebelah utara, Asia barat daya, Australia, dan Amerika utara dan selatan,dan (4) ras negroid yang kini menduduki benua Afrika. Hal yang mengagumkan pada homo sapiens tersebut adalah kemampuan berfikirnya, sehingga bertahan hidup serta mengembangkan kebudayaan. Tingkat kemajuan kebudayaan dimuka bumi tidak sama, sehingga dewasa ini dapat ditemukan adanya kebudayaan dalam masyarakat sedang berkembang dan masyarakat maju. Pada umumnya masyarakat sedang berkembang ditemukan dinegara-negara disebelah selatan katulistiwa, sedangkan masyarakat maju berada dalam negara-negara disebelah utara katulistiwa (Ardana, 1986 : 5).

            Bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat berfikir dapat diketahui dalam kehidupan sehari-hari. Bila pemikiran manusia tersebut diepelajari, dapat ditemukan adanya 4 (empat) golongan pemikiran sebagai berikut: (a) pemikiran pseudo ilmiah, (b) pemikiran awam, (c) pemikiran ilmiah, dan (d) pemikiran filosofis. Pemikiran pseudo ilmiah, umumnya dapat ditemukan dalam kebudayaan mistis, Pemikiran pseudo ilmiah menitik beratkan pada spekulasi kepercayaan. Sisa pemikiran pseudo ilmiah dapat ditemukan dalam astrologi atau buku primbon. Pemikiran awam, dilakukan oleh orang dewasa dengan menggunakan akal sehat. Orang yang menghadapi kesukaran hidup, memecahkan masalahnya berdasarkan akal sehat, tanpa melakukan penelitian ilmiah yang sistematis. Pemikiran ilmiah yang merupakan pemikiran obyektif teoritis tentang dunia empiris merupakan pemikiran terbuka dan tidak selesai, dan berorientasi pada kebenaran hipotesis. Pemikiran ilmiah ini pada umumnya dilaksanakan berdasarkan metode-metode ilmu pengetahuan dalam arti sesuai dengan tata kerja dan tata pikir cabang ilmu pengetahuan tertentu. Pemikiran filosofis merupakan kegiatan berpikir reflektif teoritis. Proses reflektif tersebut merupakan enam kegiatan utama yang berupa kegiatan analisis, pemahaman, deskripsi, penilaian, penafsiran, dan perekaan. Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk memperoleh kejelasan, kecerahan, keterangan, pembenaran, pengertian, dan penyatupaduan tentang obyek. Sedangkan yang dimaksud obyek adalah segala yang ada dan mungkin ada (Ardana, 1986 : 5-6).  

Labels: , , , , ,

Monday, 11 October 2021

20 Dalil tentang peringatan maulid

1. Peringatan Maulid merupakan salah satu ungkapan rasa bahagia atas nikmat dan rahmat dari Allah SWT. Nabi adalah Nikmat dan Rahmat dari Allah SWT sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an : 

(QS. Anbiya' : 107)

(QS. Ali Imran )

(QS. Yunus : 58)


2. Bahagia dengan kelahiran Nabi mengundang manfaat dan kebaikan walaupun bagi seorang kafir apalagi bagi muslim yang istiqamah dlm iman dan amal . sebagaimana diriwayatkan dalam HR. Bukhari bahwa Abu Lahab setiap hari senin mendapat keringanan siksa sebab kegembiraannya saat dilahirkannya Nabi SAW.


3. Memperingati, merayakan dan mensyukuri Kelahiran Nabi SAW dilakukan dan dicontohkan oleh Nabi dengan berpuasa setiap hari senin (HR.Muslim)


4. Nabi mengajarkan kepada umat untuk mengkaitkan waktu dengan peristiwa yang pernah terjadi serta memuliakan dan mengagungkannya. Hal tersebut dapat kita lihat pada anjuran puasa asyura'


5. Peringatan Maulid memang tidak ada di zaman Nabi, dengan demikian dapat digolongkan Bid'ah (Perkara Baru) tapi Bid'ah Hasanah (baik) seperti hal-nya pengumpulan dan penulisan Al-Qur'an di zaman Khalifah Abubakar dan tarawih berjamaah atas inisiatif Khalifah Umar, juga adzan jum'ah dua kali dari ijtihad Khalifah Usman R.A. Hal tersebut termasuk bid'ah hasanah sbb berdasar kepada hadits 

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةَ


6. Bershalawat kepada Nabi jelas dianjurkan dalam Al-Qur'an (QS.Al Ahzab 56)

Peringatan Maulid memotivasi Umat untuk bershalawat kepada Nabi. Segala hal yang mendorong kepada perkara yang dianjurkan dalam agama maka hal tersebut termasuk anjuran agama.


7. Dalam acara Maulid dibacakan sejarah, riwayat hidup dan banyak hal terkait dengan Nabi SAW, bukankah umat diperintah untuk mengenal, meneladani dan meniru Nabi? Kitab-kitab Maulid sangat amat efektif untuk mengantar umat melakukan hal-hal tersebut di atas.


8. Mengharap imbalan dengan melakukan apa yang dianjurkan oleh agama terhadap umat atas diri Nabi saw dengan memuji, mengingat dan menjelaskan sifat-sifat serta budi pekerti luhur yang dimiliki Nabi SAW sebagaimana yang dilakukan beberapa sahabat di masa hidup Beliau SAW.


9. Mengenal sejarah dan sifat-sifat mulia Nabi dapat menjadikan sempurna kecintaan dalam hati dan mempertebal iman, hal tersebut diperintahkan dalam agama, dan kita manusia senantiasa condong akan segala yang indah baik halus dan lembut Adakah makhluk yang lebih sempurna, lebih baik, lebih lembut dan lebih halus dari pada Nabi SAW?


10. Nabi adalah Syi'ar agama bahkan beliau adalah sumber seluruh Syi'ar yang ada dalam islam. Adakah syi'ar yang lebih agung daripada Nabi SAW? mengagungkan Syi'ar merupakan perintah Allah dalam Al-Qur'an sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al Hajj : 32.


11. Mengagungkan Nabi merupakan salah satu ajaran islam, berbahagia di hari kelahirannya dengan berkumpul bersama saudara seiman seagama utamanya kalangan faqir miskin seraya menampak kan kegembiraan dengan berdzikir bersholawat dan membagikan makanan alakadarnya merupakan salah satu ungkapan rasa syukur kepada Allah dan ungkapan penghormatan kepada Baginda Rasul SAW yang memang diajarkan dalam agama


12. Nabi ajarkan kepada umat untuk mengagungkan hari jum'ah sebab di antara keutamaannya adalah diciptakannya Nabi Adam A.S pada hari tersebut.

Jika Jum'ah diagungkan sebab terciptanya salah seorang Nabi (Adam) bagaimana dengan hari dilahirkannya Penghulu para Nabi dan Rasul? Bukannkah hal tersebut lebih utama dan lebih layak untuk diagungkan?


Begitu pula mengagungkan tempat kelahirannya sebagaimana Jibril A.S perintahkan kepada Nabi pada malam Isra' Mi'raj untuk shalat di Beth Lehem lalu jibril jelaskan jika tempat tersebut adalah tempat dilahirkan Nabi Isa A.S.


13. Peringatan Maulid merupakan perkara yang dinilai baik oleh mayoritas umat islam di seluruh belahan bumi .


Selaras dengan riwayat Imam Ahmad dari Sahabat Ibnu Mas'ud R.A : Apa yang dinilai baik oleh umat islam maka hal terseut di sisi Allah adalah baik, begitu pula sebaliknya.


14. Peringatan Maulid adalah satu perkumpulan umat dimana dibacakan di dalamnya zikrullah, Shslawat, Pujian dan sanjungan untuk Nabi SAW, disampaikan pula mau'idhoh hasanah serta dilakukan amal Sedekah yang kesemuanya itu adalah ajaran islam.


15. Kisah Para Nabi dan Rasul sengaja diceritakan dalam Al-Qur'an yang di antara tujuannya adalah untuk memantapkan iman islam dan aqidah Nabi SAW, sebagaimana ditegaskan dlm Al-Qur'an QS.Hud : 120


Jika sejarah Para Nabi Rasul mampu memperkuat iman islam dan aqidah Nabi SAW bagaimana dengan sejarah Pemimpin Para Nabi Rasul? dan zaman sekarang ini kita sangat amat butuh akan hal-hal yang mampu menjadikan iman islam serta aqidah kita jauh lebih kuat dan mantap.


16. Tidaklah segala yang tidak dilakukan oleh Nabi itu hukumnya Bid'ah yang haram dan tidak boleh di lakukan oleh umat serta harus dikikis habis, namun seharusnya perkara tersebut dihadapkan terlebih dahulu kepada dalil-dalil agama yang ada agar muncul kejelasan hukum apakah hal tersebut wajib, Sunnah, haram, makruh atau mubah?


Kaidah Ushul mengatakan : Penghantar kepada tujuan yang baik dihukumi seperti tujuan yang baik tersebut.


17. Tidak semua perkara baru itu dihukumi Bid'ah dan Haram untuk dilakukan, sebab jika demikian maka pengumpulan dan penulisan Al-Qur'an yang dilakukan oleh Sahabat Abubakar, Umar dan Zaid R.A.


dapat di golongkan bid'ah dan haram sebab sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh Nabi, namun kenyataannya tidak seorangpun dari kalangan Sahabat yang protes dan ingkar terhadap kebijakan yang diambil oleh Khalifah Abubakar dan dilanjutkan oleh sahabat Umar, Usman dan Zaid R.A.


18. Imam Syafi'ie : 

Perkara baru yang bertentangan dengan Al-Qur'an / Hadits / Ijma' itulah yang di sebut dengan Bid'ah yang menyesatkan.


Adapun hal-hal baik yang tidak bertentangan dengan Qur'an Hadits Ijma' maka hal terseut termasuk hal-hal yang terpuji.


Pendapat Imam Syafi'ie ini selaras dengan pendapat Ulama-ulama Islam yang lain seperti Imam Nawawi, Imam Ibnu Katsir, Imam Al Izz bin Abd. Salam dll.


19. Peringatan Maulid Nabi merupakan upaya untuk mengenang kembali sosok mulia Nabi Muhammad SAW dan hal ini diajarkan dalam agama islam, coba kita lihat dan renungkan betapa kebanyakan amalan-amalan manasik haji dan umroh diwajibkan dalam rangka mengenang Keluarga Bapak para Nabi yaitu Nabi Ibrahim A.S.


20. Semua Amalan yang di perkuat dengan dalil Al-Qur'an Hadits dan tidak tercampuri dengan amalan-amalan munkar maka hal tersebut termasuk dalam ajaran agama.


والله اعلم الصواب



Sunday, 27 June 2021

Cara Belajar Microsoft Word

https://drive.google.com/file/d/1TnPhdjKjHA_qM7zmnVOIhhaqhAChUwml/view?usp=sharing

Tuesday, 15 June 2021

PONDOK PESANTREN

 

PONDOK PESANTREN 

 

 

 

 

A. Pondok Pesantren dan Ruang Lingkupnya

            Berbicara tentang pondok pesantren berarti kita membahas masalah dakwah Islam dan pendidikan Islam. Karena kerika kita menelisik kebelakang tentang sejarah perkembangan Islam maka kita bisa menafikan peran pondok pesantren sebagai basis dakwah ajaran Islam dan pendidikan agama Islam yang dilakukan oleh para penyebar agama Islam di Indonesia.

Hal yang menjadi acuan dalam ajaran pesantren bahwa bentuk luasnya ilmu dapat dilihat dari kemuliaan akhlaknya. Selain itu, pesantren juga menerapkan aktivitas yang membangun  kesadaran ber-Pancasila. Aktivitas ini merupakan program kegiatan rutin yang menjadi kewajiban para santri setiap harinya. Misalnya harus shalat fardhu berjamaah, kegiatan musyawarah dalam memecahkan masalah pelajaran atau masalah umum di luar pelajaran, shalat wajib lima waktu, shalat sunnah, membaca Al-Quran, membaca nadham, mengikuti kegiatan istighasah, kesadaran dalam menaati peraturan di pesantren, harus jujur, adil, mandiri, akur, toleransi, gotong-royong, giat belajar, menjaga kebersihan, kesopanan, ketaatan, cinta tanah air, dan turut mengikuti upacara bendera.

8

Selain itu, santri tidak boleh terlambat dalam mengikuti aktivitas di pesantren. Hal ini menanamkan nilai menghargai waktu, mandiri, menjaga kebersihan lingkungan dengan adanya piket kebersihan, kerja bakti setiap seminggu sekali dalam pendidikan, tidak boleh terlambat masuk kelas, rajin belajar, berpakaian rapi, menjaga kesopanan, menghormati guru, taat pada guru, tidak mencemarkan nama baik sekolah, tidak melanggar apa yang menjadi peraturan sekolah dan pesantren.

Selain itu, pesantren juga menjaga nilai-nilai ada di dalam agama Islam seperti dilarang minum minuman keras, mencuri, berzina, membangkang pada pemimpin, dan selalu patuh dengan perintah Allah Swt. Pendidikan dan program-program merupakan bentuk peran pesantren dalam menanamkan nilai-nilai pancasila.

Pembahasan mengenai pondok pesantren juga merupakan pembahasan yang luas mulai dari pengertian, tujuan, fungsi, elemen elemen yang dimiliki oleh pesantren, pengelolaan pesantren, dan aktifitas di pondok pesantren.

1. Pengertian Pondok Pesantren

Istilah Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang mengandung satu arti yaitu Pondok dan pesantren. Pondok berarti asrama atau tempat tinggal yang terbuat dari bambu. Pesantren sendiri berasal berasal dari kata santri yang ditambahkan imbuhan pe  dan an  yang berasti murid.[1] Para santri tinggal di pondok pesantren bersama kiyai dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan program pembelajaran yang diikuti.

            Prof. Mahmud Yunus mengatakan bahwa sejarah pendidikan Islam sama tuanya dengan awal masuknya Islam di Indonesia. Awalnya memakai sistem sorogan atau peroranganuntuk mempelajari tata cara ibadah Sholat dan pelajaran membaca al-Quran yang berlangsung sederhana. Semula kegiatan ini dilakukan di rumah, langgar/surau dan kemudian berkembang menjadi Pondok Pesantren. Selanjutnya sistem baru pendidikan Agama Islam berkembang disebut Madratsah.[2]

Sedangkan undang undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pondok pesantren, Dayah, Surau, Meunahasah, atau sebutan lain yang selanjutnya disebut pesantren adalah lembaga berbasis masyarakat yang didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi berbasis Islam atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. menyemaikan ahlak mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil’alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.[3]

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Agama Islam berbasis masyarakat yang mana santri dan kiyai tinggal pada suatu tempat dalam kurun waktu tertentu dengan tujuan memperdalam pengetahunan keIslaman dan syiar agama Islam.

 

 

2. Tujuan Pondok Pesantren

             Tujuan Pondok Pesantren adalah sebagai lembaga Pendidikan Islam yang mengajarkan berbagai ilmu ilmu agama yang bertujuan membentuk keperibadian manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki kecakapan dalam meakukan dakwah dan syiar Islam, serta manusia yang  memiliki manfaat bagi sesama manusia dala mkehidupan sosial.

Menurut Nurcholish Madjid, tujuan pembinaan santri pada pondok pesantren adalah “membentuk manusia yang memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam merupakan nilai-nlai yang bersifat menyeluruh. Selain itu produk pesantren diharapkan memiliki kemampuan tinggi untuk mengadakan respons terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu”.[4]

Jika mengikuti tujuan yang dikemukakan oleh Nurcholish, tergambar bahwa semua pondok pesantren telah mampu menjadikan manusia memiliki kesadaran Islam adalah nilai yang mencakup seluruh kehidupan. Tetapi bila dilihat dari kesiapan pondok pesantren dalam melakukan pembinaan dan pendidikan untuk menjawab tantangan zaman, tidak seluruh pondok pesantren mampu. Hal ini disebabkan oleh orientasi dan motivasi pondok pesantren tersebut.

Sedangkan menurut Kiyai Ali Mashum bahwa tujuan didirikannnya pendidikan pesantren pada dasarnya terbagi pada dua yaitu

a. Tujuan Umum

Tujuan Umum Pondok Pesantren yakni membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar dan melalui ilmu dan amalnya.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang dimaksud adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang ‘alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kiyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari hari.[5]

Gambaran tujuan Pondok Pesantren yang dikemukaan oleh Kiyai Ali Mashum dan Nurkholis majid memiliki kesamaan yaitu menekankan pada dua inti pokok yaitu ilmu dan amal serta dakwah Islam, oleh karena itu tuntutan untuk pondok pesantren pada tujuan ini adalah  penekanan kajian ilmu Islam serta praktek pengamalan ilmu pengetahuan oleh para santri selama masa pendidikan di pondok pesantren. 

3. Elemen Elemen Pondok Pesantren

            Pondok Pesantren merupakan salah satu bentuk peradaban dan tradisi Islam di Indonesia, sejak Islam pertama kali masuk dan menyebar di Indonesia pondok pesantren memiliki peran yang signifikan Karena pusat aktifitas pendidikan dan dakwah Islam dilaksanakan di lembaga pondok pesantren.  

            Sebagai lembaga dakwah dan syiar Islam pondok pesantren merupakan suatu  sistem yang memiliki elemen dan fungsi masing masing yang saling terkait satu sama lain diantara elemen elemen tersebut diantaranya.

a.       Kiyai

Kiyai merupakan figur sentral pada suatu pondok pesantren, utamanya pondok pesantren tradisional salaf. Pada penyebutannya, beberapa daerah memiliki sebutan tersendiri bagi pengasuh utama pondok pesantren. Diantara sebutan lain untuk Kiyai adalah Tuan Guru, Gurutta, Anre gurutta, ,Inyiak, Syekh, Ajeungan, Ustadz.

Menurut Zamakhsyari Dhofier, asal muasal kata Kiyai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda :

  1. Sebagai gelar kehormatan bagi benda atau hewan yang dianggap atau diyakini keramat ; contoh , “Kiyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Kraton Yogyakarta, Kiyai Slamet, kewrbau yang dianggap keramat di solo.
  2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya. (saat ini sudah jarang)
  3. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau yang menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santri. Selain gelar Kiyai, ia juga disebut dengan orang alim (orang yang dalam pengetahuan ke-Islamanya).[6]

b. Santri

            Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren. Biasanya para santri ini tinggal di pondok atau asrama pesantren yang telah disediakan, namun ada pula santri yang tidak tinggal di tempat yang telah disediakan tersebut yang biasa disebut dengan santri kalong sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada pembahasan di depan.

Menurut Zamakhsyari Dhofir berpendapat bahwa: “Santri yaitu murid-murid yang tinggal di dalam pesantren untuk mengikuti pelajaran kitab-kitab kuning atau kitab-kitab Islam klasik yang pada umumnya terdiri dari dua kelompok santri yaitu  Santri Mukim adalah santri atau murid-murid yang berasal dari jauh yang tinggal atau menetap di lingkungan pesantren, dan Santri Kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren yang mereka tidak menetap di lingkungan komplek peantren tetapi setelah mengikuti pelajaran mereka pulang.

Dalam menjalani kehidupan di pesantren, pada umumnya mereka mengurus sendiri keperluan sehari-hari dan mereka mendapat fasilitas yang sama antara santri yang satu dengan lainnya. Santri diwajibkan mentaati peraturan yang ditetapkan di dalam pesantren tersebut dan apabila ada pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.[7]

c. Asrama

            Sebuah pondok pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya (santri) tinggal bersama di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang lebih dikenal dengan Kiyai. Pondok atau asrama merupakan tempat yang sudah disediakan untuk kegiatan bagi para santri. Adanya pondok ini banyak menunjang segala kegiatan yang ada. Hal ini didasarkan jarak pondok dengan sarana pondok yang lain biasanya berdekatan sehingga memudahkan untuk komunikasi antara Kiyai dan santri, dan antara satu santri dengan santri yang lain.

Pondok yang sederhana hanya terdiri dari ruangan yang besar yang didiami bersama. Terdapat juga pondok yang agaknya sempurna di mana di dapati sebuah gang (lorong) yang dihubungkan oleh pintu-pintu. Di sebelah kiri kanan gang terdapat kamar kecil-kecil dengan pintunya yang sempit, sehingga sewaktu memasuki kamar itu orang-orang terpaksa harus membungkuk, cendelanya kecil-kecil dan memakai terali. Perabot di dalamnya sangat sederhana. Di depan cendela yang kecil itu terdapat tikar pandan atao rotan dan sebuah meja pendek dari bambu atau dari kayu, di atasnya terletak beberapa buah kitab.

Pondok Pesantren biasanya memiliki dua asrama yaitu asrama perempuan dan  asrama laki-laki. Sehingga pesantren yang tergolong besar dapat menerima santri laki-laki dan santri perempuan, dengan memilahkan pondok-pondok berdasarkan jenis kelamin dengan peraturan yang ketat.[8]

d. Mesjid/Musholla

            Hubungan antara pendidikan Islam dan masjid sangat erat dan dekat dalam tradisi Islam di seluruh dunia. Pada pondok Pesantren sendiri mesjid atau mushollah memiliki peran yang cukup penting karena segala aktifitas Pondok pesantren mayoritas dipusatkan di mesjid, seperti sholat, mengaji, praktek ibadah, pengajian, kajian kitab, dan beberapa kegiatan lain yang sifaatnya berjamaah.

e. Pengajian kitab.

Pengajian kitab merupakan ciri utama pondok pesantren yang membedakannya dengan lembaga pendidikan yang lain sistem pengajian kitab yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode sorogan, bandongan, tau metode klasikal yang terstruktur dan berjenjang. Adapun kurikulum pengajian ditentukan oleh pondok pesantren itu sendiri. Kitab yang dikaji adalah kitab kitab klasik. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan menjadi delapan kelompok: Nahwu dan Sorf (morfologi), Fiqh, Usul Fiqh, Hadist, Tafsir, Tauhid, Tasawuf dan Etika, cabang-cabang lain seperti Tarikh dan Balaghah. Kitab-kitab tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu: kitab-kitab dasar, kitab-kitab tingkat menengah dan kitab-kitab besar.[9]

B. Nasionalisme Indonesia

            Tanggal 20 mei merupakan hari kebangkitan nasional yang juga dikenal sebagai hari lahirnya organisasi Budi utomo. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, ekonomi dan kebudayaan. Hari kebangkitan dimana telah bangkitnya semangat nasionalisme persatuan kesadaran jiwa pemuda Indonesia dala memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.   

Nasionalisme merupakan hal yang cukup penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena nasionalisme berhubungan dengan pandangan sesorang dalam kehidupan berbanga dan bernegara. Nasionalisme juga berhubungan jati diri kebangsaan sesorang. Pudarnya pemahaman nasionalisme pada suatu bangsa bisa berakibat pada kehancuran bangsa itu sendiri oleh karena itu sangat penting untuk menenamkan pemahaman nasionalisme pada setia warga negara.

Nasionalisme secara umum memiliki arti sebagai rasa cinta tanah air[10], menurut Jhoseph Ernest Renan Nasionalisme atau kebangsaan adalah sekelompok manusia yang ingin bersatu dan tetap ingin mempertahankan persatuan, menurutnya sebuah bangsa yang besar tidak tidak harus memerlukan satu bahasa, satu agama, atau satu turunan yang mengikat yang paling penting adalah pengikat jiwanya yaitu kehendak untuk hidup bersama.[11]

Tidak jauh berbeda dengan pemikiran bapak nasionalisme Indonesia, presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno menurutnya Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang mencari selamatnya peri­kemanusiaan. Nasionalismeku adalah peri-kemanusiaan, Nasionalisme kita, oleh karenanya, haruslah nasionalisme, yang dengan perkataan baru kami sebutkan; sosio-nasionalisme.

Satu hal yang patut digarisbawahi di sini adalah bahwa sejalan dengan pandangan Mahatma Gandhi tentang humanisme sebagai kandungan utama nasionalisme Soekarno dengan rumusannya sendiri menyatakan bahwa sikap kebangsaan Indonesia adalah sosio-nasionalisme. Prinsip yang medasarinya adalah humanisme. Dilihat dari cara Soekarno melakukan konstruksi terhadap nasionalisme, maka terlihat dengan  jelas di situ bahwa ia merupakan penganut civic-nationalism.

Dalam arti umum civic-nationalism adalah sejenis pandangan politik yang mengekspresikan semangat kebangsaan dalam konteks nation state yang didasarkan atas partisipasi rakyat serta prinsip-prinsip persamaan hak dan kesataraan sosial. Dengan demikian, konstruksi civic-nationalism yang dianut Soekrano berseberangan secara diametral dengan nasionalisme nativistik yang didasarkan atas supremasi ras atau warna kulit tertentu yang biasanya diikuti dengan praktik diskriminasi rasial dan segregasi sosial.

            Nasionalisme tidak bertentangan dengan ajaran Islam bahkan nasionalisme merupakan bagian dari Islam itu sendiri. Hal ini tergambar jelas di dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 126:

وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ اٰمَنَ مِنْهُمْ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَاُمَتِّعُهٗ قَلِيْلًا ثُمَّ اَضْطَرُّهٗٓ اِلٰى عَذَابِ النَّارِ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ

Artinya:

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,” Dia (Allah) berfirman, “Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.[12]

Dari ayat diatas kita bisa mengetahui bahwa nasionalisme telah ada sejak dahulu. Doa Nabi Ibrahim AS.

Dari pandangan para tokoh nasionalisme diatas penulis menarik kesimpulan bahwa nasionalisme pandangan kebangsaan suatu negara yang menjadi perekat ikatan kebangsaan  warga negara, semangat nasionalisme akan melekat pada warga negara dengan penanaman ideologi kebangsaan suatu negara.

Ideologi kebangsaan inilah yang perlu ditanamkan pada setiap warga negara agar semangat persatuan warga negara menjadi kuat. Latar belakang negara Indonesia yang sifatnya multikultural didalamnya terdapat berbagai macam suku, agama, adat istiadat akan melekat pada setiap warga negara Indonesia dengan semangat civic-nasinalisme.

Nilai-nilai nasionalisme adalah nilai nilai yang bersumber pada semangat akan kebangsaan bukti cinta terhadap tanah air. Djojomartono mengemukakan nilai-nilai nasionalisme sebagai berikut:

1.      Nilai Rela Berkorban; Nilai rela berkorban merupakan aturan jiwa atau semangat bangsa 4 Indonesia dalam menghadapi tantangan baik dari dalam maupun luar.

2.      Nilai Persatuan dan Kesatuan; Nilai ini mencakup pengertian disatukannya beraneka corak yang bermacam-macam menjadi suatu kebulatan. Bermacam agama, suku bangsa dan bahasa yang dipergunakan mudah memberi kesempatan timbulnya kekerasan. Kekerasan ini ditiadakan bilamana semua pihak mempunyai rasa persatuan dan kesatuan yang tebal.

3.      Nilai Harga Menghargai Sebagai bangsa yang berbudaya; bangsa Indonesia sejak lama telah menjalin hubungan dengan bangsa lain atas dasar semangat harga menghargai.

4.      Nilai Kerja Sama; Nilai kerja sama ini merupakan aktivitas bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari atas dasar semangat kekeluargaan.

5.      Nilai Bangga Menjadi Bangsa Indonesia; Nilai ini sangat diperlukan dalam melestarikan negara Republik Indonesia, perasaan bangga ini harus tumbuh secara wajar dan jangan dipaksakan. Sejarah perjuangan sangat menunjukkan bangsa Indonesia pernah menjadi bangsa yang jaya dan tinggi.

Negara kebangsaan dibangun atas dasar nasionalisme. Selanjutnya, nasionalisme yang tertanam dalam setiap warga negara akan memperkuat tegaknya negara kebangsaan. Gerakan untuk senantiasa mencintai dan membela bangsanya dari ancaman negara lain atau ancaman kehancuran melahirkan patriotisme. Semangat kebangsaan atau nasionalisme dan patriotisme telah dibuktikan keberhasilannya ketika bangsa Indonesia merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah.

Sifat dan semangat apa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sehingga mampu merebut kemerdekaannya. Semangat yang dimiliki tiada lain adalah semangat nasionalisme dan patriotisme. Nilai-nilai semangat nasionalisme dan patriotisme yang harus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus bangsa, agar mampu mempertahankan kemerdekaan serta megisi kemerdekaan sehingga mampu mensejajarkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

C. Tantangan Nasionalisme di Indonesia

            Masih segar di ingatan kita tentang masa masa suram bangsa Indonesia selama penjajahan bangsa asing. Hal tersebut memberikan pelajaran kepada kita untuk senantiasa senantiasa menanamkan rasa cinta tanah tanah air kepada bangsa ini agar terhindar dari segala macam tantangan dan ancaman yang berpotensi merusak tatanan bangsa serta nilai nilai kebangsaan yang dimiliki bangsa Indonesia.

            Mempertahankan bangsa Indonesia dari ancaman dan tantangan bangsa bisa dilakukan dengan memperkuat nilai nilai nasionalisme pada diri setiap individu, serta menjaga nilai nilai kebangsaan secara bersama sama warga negara. Agar nilai kebangsaan melekat erat, maka kita perlu menghindari hal hal yang bisa merusak nilai nilai kebangsaan. Serta memahami dengan jelas dan menghidarkan diri dari hal  yang menjadi tantangan nasionalisme bangsa Indonesia.

Memahami tentang tantangan nasionalisme maka tentu seorang warga negara akan mawas diri dan melakukan langkah langkah preventif dalam menghadapi tantangan nasionalisme bangsa Indonesia. Beberapa hal yang menjadi tantangan nasionalism bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:

1.

 D. Pentingnya Jiwa Nasionalisme

Era globalisasi yang demikian cepat, banyak pengaruh yang masuk serta mewarnai budaya dan nilai-nilai yang ada di Indonesia. Hal ini harus menjadi perhatian, agar nilai-nilai luhur kebangsaan tidak menjadi luntur. Selain itu, tantangan bangsa bukan hanya datang dari luar sebagai akibat dari globalisasi melainkan datang juga dari dala negeri sebagai akibat dari lunturnya semangat rasa memiliki dan rasa cinta terhadap bangsa.

Syarif imam hidayat merumuskan lima tantangan bangsa yang datang dari dalam yaitu bonus demokrasi, radikalisme dan terosisme, bahaya narkoba, masyarakat multi etnik dan multikultural, masyarakat dan Indonesia budaya baru.[13] Selain itu tantangan bangsa dari luar yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum bisa dipecahkan adalah korupsi kolusi dan nepotisme.

Kondisi geografi Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau dari sabang sampai merauke juga menjadi salah satu tantangan nasionalisme. Kita berkaca pada sejarah silam bahwa di negara ini terdapat gerakan dari wilayah tertentu yang ingin memisahkan diri negara kesatuan republik Indonesia seperti gerakan aceh merdeka, republik maluku selatan dan gerakan papua merdeka ini menjadi bukti bahwa jiwa nasionalisme masih kurang.

Tantangan bangsa di atas sebetulnya bisa diatasi apabila masing masing individu semangat cinta taanah air yang tinggi karena dengan semangat cinta tanah air warga negara akan melakukan yang terbaik untuk negaranya karena punya rasa memiliki atas negara ini.  

Nasionalisme bisa terbentuk dalam diri individu apabila setiap individu memahami dan mampu mengamalkan nilai nilai pancasila karen Pancasila sama sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan. Pancasila bukan dasar falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam dokumen pembukaan UUD, melainkan Pancasila harus diamalkan. Tanpa diamalkan, apapun dasar falsafah yang dipakai, apapun konsepsi yang dibuat tidak akan berguna dan tidak ada artinya.

 

E. Hubungan Pondok Pesantren Dengan Nasionalisme

Keberadaan pondok pesantren berpengaruh besar terhadap masyarakat. Pendidikan agama didunia pesantren sudah tidak diragukan lagi. Bukan hanya itu keberadaan pesantren juga dapat berpengaruh dalam pembangunan masyarakat. Perjuangan pesantren dalam membela tanah air juga patut diperhitungkan. Peran serta pesantren dalam mengusir penjajah dan memerdekakan NKRI ini sangatlah besar. Kecintaan para kiayi dan santri pada NKRI terwujud dalam aksi-aksi ksatria untuk menegakan kemerdekaan di tanah air.

Semangat dan loyalitas pesantren dalam hal bela negara juga dibuktikan pada zaman perang kemerdekaan. Selama revolusi fisik tahun 1945 sampai tahun 1949 pesantren juga mengerahkan santri-santri pemberani untuk melawan penjajah. Misalnya santri santri yang berada pada barisan laskar Hizbullah yang bersenjatakan bambu runcing yang bahu-membahu bersama rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan.

Ada beberapa tokoh Pahlawan Nasional yang juga berasal dari kalangan pesantren atau seorang kiyai dan santri yang kini dikenang jasanya dalam memperjuangkan NKRI, diantaranya yaitu Hadrotusyeikh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, KH. Syam’un dan masih banyak lagi.

Tetesan darah seorang santri terserap kedalam tanah Indonesia. Berperang melawan kedzoliman bangsa asing yang ingin merengkuh kekayaan dan kemerdekaan bangsa ini. Dewasa ini harusnya kita sadar betul betapa besar peran serta pesantren yang tergambar dalam perjuangan kiyai dan santrinya yang rela tulang belulang nya patah dan tertembak peluru dari kepungan senjata penjajah dan Komunis.

Sejarah mencatat bahwa perjuangan pesantren sangatlah besar terhadap bangsa ini, terlebih pesantren-pesantren NU yang ada di Indonesia yang berjuang menghalau kekejaman para PKI (Partai Komunis Indonesia) Pertentangan pesantren dengan PKI sangatlah tajam. Puncaknya, ketika PKI membantai tujuh jendral TNI Angkatan Darat pada 1965, pesantren mengeluarkan komando Jihad untuk menumpas PKI dan pola pikir Ateisme-Marxisme.

Betapa pentinganya membela tana air dan menjaga perdamaian juga keutuhan bangsa sehingga dalam kondisi mendesak, perang bahkan harus diprioritaskan dari ibadah-ibadah yang lain, sehingga Tokoh besar pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yakni Hadrotusyeikh KH. Hasyim Asy’ari pernah berfatwa bahwa membela dan mempertahankan tanah air dari serangan musuh yang kafir lebih utama dari menunaikan ibadah haji

Hal diatas menjadi bukti bahwa pondok pesantren memahami pentingnya jiwa nasionalisme untuk dimiliki. Betapa pentingnya Jiwa nasionalisme tertanam disetiap jiwa individu warga negara karena hal ini menyangkut semangat kebangsaan setiap warga negara, nasionalisme juga juga menjadi perekat persatuan bangsa. Apabila jiwa nasionalisme tertanam pada setiap warga negara maka akan bisa mengurangi permasalahan yang dihadapi oleh negara tersebut.

            Oleh karena itu penanaman jiwa nasionalisme harus ditanamkan sejak dini. Lembaga yang berpotensi mangambil peran besar ini adalah lembga pendidikan termasuk pondok pesantren. Lembaga pendidikan bisa menanamkan doktrin nasionalisme pada peserta didik sehingga peserta didik tersebut kelak bisa memberikan sumbangsi positif pada negara, sumbangsi pada negara bukan hanya sebatas prestasi yang mengharumkan nama negara tetapi juga kebanggan dan kecintaan terhadap negara. Kecintaan ini bisa berbuah tindakan membela bangsa dengan tidak melakukan hal hal yang bisa merugikan negara seperti korupsi, Makar, menyebar isu Provokatif, hoaks dan lain lain.

            Pondok pesantren bisa mengabil peran dalam hal diatas sekaligus menjawab tantangan bangsa yang salah satunya adalah Aksi terosirme melalui gerakan faham Islam ekstrimis. Kerana akhir akhir ini sering terjadi tragedi kekerasan yang mengatas namakan agama seperti bom yang terjadi di Jalan HM. Thamrin pelakunya diduga merupakan salah satu anggota ISIS (Islamic State Irak and suriah) sebuah gerakan bersenjata yang mengatas namakan agama Islam, yang paling berbahaya adalah kelompok radikal yang ingin merubah ideologi negara yaitu HTI (Hisbut Tahrir Indonesia) meskipun telah dibubarkan secara organisasi namun gerakan mereka sukar untuk dihentikan.

Tantangan tersebut diatas bisa dijawab oleh pondok pesantren bahwa dengan komitmen mengajarkan nasionalisme pada santrinya.

Sudah dijelaskan diatas bahwa pemahaman nasionalisme yang dianut oleh Soekarno adalah Nasionalisme sosio nasionalism hal itulah yang oleh pendiri bangsa di metamorfosa menjadi ideologi negara yaitu pancasila apabila seorang warga negara mengamalkan pancasila seagai pandangan hidup maka nasionalisme Indonesia telah hidup dalam dirinya.[14]

Bukan hanya itu ideologi negara yang pelu ditanamkan pada setia warga negara ada empat yaitu Pancasil, Undang Undang  Dasar tahun 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat haal inilah yang menjadi ideologi nasionalisme di Indonesia.[15]

F. Pandangan Pondok Pesantren Terhadap Pancasila

Pancasila merupakan ideologi dasar bagi negara Indonesia yang berasal dari ajaran budha dalam kitab tripitaka dua kata: panca yang berarti lima dan syila yang berarti dasar. Jadi secara leksikal Pancasia bermakna lima aturan tingkah laku yang penting. menurut Ir.Soekarno, Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan barat[16]. Dengan demikian, Pancasila tidak hanya falsafah bangsa tetapi lebih luas lagi yakni falsafah bangsa Indonesia. Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang dalam, yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem dasar negara

Sesuai dengan namaya Pancasila memiliki lima sila pokok yaitu :

1.      Ketuhanan YME mengandung pengertian dan keyakinan adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta isinya.[17]

2.      Kemanusiaaan yang Adil dan Beradap Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta karena berpotensi menduduki (memiliki) martabat yang tinggi[18].

3.      Persatuan Indonesia Persatuan berasal dari kata satu, berarti utuh dan tidak terpecah-belah, mengandung bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam yang bersifat kedaerahan menjadi satu kebulatan secara nasional[19].

4.      Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan. Kerakyatan berasal dari kata rakyat, berarti sekelompok manusia yang berdiam dalam suatu wilayah tertentu. Kerakyatan berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, disebut pula kedaulatan rakyat (rakyat yang berdaulat dan berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang memerintah). Hikmat kebijaksanaan berarti menggunakan pikiran dalam mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa. Permusyawaratan berarti memutuskan segala sesuatu berdasarkan kehendak rakyat. Perwakilan artinya suatu sistem dalam arti mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara[20].

5.      Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat dalam segenap bidang kehidupan. Seluruh rakyat Indonesia artinya setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.[21]

Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah sebagai berikut :

1.         Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita.

2.      Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.

3.      Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

4.      Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

5.      Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa.[22]

Pada tanggal 18 Agustus tahun1945 Pancasila  ditetapkan sebagai dasar negara[23], maka nilai-nilai kehidupan dalam berbangsa dan bernegara sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila. Pancasila sebagai konsensus nasional yang dapat diterima oleh semua paham, golongan, dan kelompok masyarakat di Indonesia. Oleh karenanya, suatu keniscayaan bahwa Pancasila difungsikan dalam setiap elemen kelembagaan, pendidikan, kebudayaan, dan organisasi-organisasi di Indonesia.

Misalnya pesantren sebagai pendidikan tertua di Indonesia sangat berkembang pesat dan besar. Perkembangannya pun tidak hanya pada tekstual, namun lebih mengikuti perkembangan zaman, dengan tujuan mempersiapkan siswa atau santri lebih maju, bukan hanya ahli di bidang agama, namun tentang kepemerintahan juga digalakkan dengan diadakan Pendidikan-pendidikan di pesantren.

            Pada saat ini, ketika NKRI sedang menghadapi ancaman dari maraknya ideologi radikalisme transnasional, seperti Khilafahisme, lagi-lagi ponpes merasa terpanggil untuk berada di bagian paling depan untuk membendung perkembangannya serta menanggulanginya bersama komponen-komponen lain pecinta NKRI. Pemerintah telah bertindak sangat tepat dengan memutuskan membentuk Badan Pengembangan Ideologi Pancasila (BPIP). Pembentukan lembaga tersebut, antara lain, ditujukan untuk keperluan membentengi Republik Indonesia dari ancaman ideologis tersebut. Karenanya ponpes secara otomatis harus membantu usaha Pemerintah yang strategis tersebut, dengan segala kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya[24]. 

Pada awal abad kedua puluh, ulama pesantren membentuk jaringan dan membangun rasa nasionalisme untuk melawan rezim kolonial. Seperti perjuangan Pangeran diponegoro, resolusi jihad Nahdlatul Ulama yamg merupakan hasil ijtihad para ulama pimpinan pondok pesantren. Kontribusi besar pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pergerakan kebangsaan di wilayah Nusantara inilah menjadi buktu bahwa pondok Pesantren NU memiliki Kontribusi terhadap Perjuangan kebangsaan dan memandang pancasila sebagai falsafah bangsa yang perlu dipertahankan.



[1] Abu Suja, Pengertian pondok pesantren secara istilah dan bahasa, (https://www.abusyuja.com/2019/10/pengertian-pondok-pesantren-secara-bahasa-istilah.html), 03 mei 2020.

[2] Badrut Tamam, Pesantren dan nalar Tradisi, (Jogjakarta : Pelajar Pustaka, 2015), h. xxvii

[3] JDIH BPK RI, Salinan dokumen Negara UU No 18 Tahun 2019, (peraturan.bpk.go.id,) 03 Mei 2020

[4] Michael Elkan, dasar dan tujuan Pondok Pesantren, (http://pondokpesantrenjepara.blogspot.com/2017/04/dasar-dan-tujuan-pendidikan-pondok.html,) 03 juni 2020.

[5] Rusli Boyan, Indonesia Education, Tujuan dan Fungsi Pondok Pesantren, (http://ruslyboyan.blogspot.com/2010/07/tujuan-dan-fungsi-pondok-pesantren.html,) 03, juni 2020.

[6] Ibnu singorejo, elemen pondok pesantren, pontren.com, (https://pontren.com/2018/01/25/elemen-pondok-pesantren-dan-5-unsur-pokok/), 07 juni 2020

[7] M. Asrori elemen elemen pondok Pesantren, (http://kabar-pendidikan.blogspot.com/2011/04/elemen-elemen-pondok-pesantren.html, 07) Juni 2020

[8] Sry kuncoro, Pengertian dan elemen Pondok Pesantren, (https://www.matsansaga.com/2019/07/pengertian-elemen-pondok-pesantren.html) 07 Juni 2020

[9] Kiyai Zul, Lima elemen dasar pondok pesantren (https://alikhlastaliwang.com/post/lima-elemen-dasar-pesantren,) 01 Juni 2020.

[10] Amel, Pengertian Nasionalisme, GuruPKN, https://alikhlastaliwang.com/post/lima-elemen-dasar-pesantren, https://guruppkn.com/pengertian-nasionalisme, 01 Juni 2020.

[11] Suhardi alius, Resonansi kebangsaan, gramedia pustaka utama, jakarta, 2019, H.75.

[12] Kemenag RI, Qur’an Kemenag,( https://quran.kemenag.go.id/sura/2/126), 26 Juni 2020

[13] Syarif Imam Hidayat . h 23

[14] Hanid Darmadi, Eksistensi Pancasila dan UU 1945 sebagai Pemersatu bangsa, (Bandung: alfabeta, tahun 2017), h.3

[15] Sekretariat Jenderal MPR, Empat pilar kehidupanberbangsa dan bernegara, (Jakarta : Sekretariat Jenderal MPR R, 2015), H. 18

[16] Sekretariat Jenderal MPR h.21

[17] Sekretariat Jenderal MPR h.45

 

[18] Sekretariat Jenderal MPR h.51

[19] Sekretariat Jenderal MPR. 23

[20] Sekretariat Jenderal MPR. 67

[21] Sekretariat Jenderal MPR. 78

[23] Sekretariat Jenderal MPR. 23

[24] Muhammad as hikam. Pesantren dan penguatan nilai pancasila (https://inisiatifnews.com/opini/2019/07/24/58991/pesantren-dan-penguatan-nilai-pancasila/), 22 Juni 2020