Sunday, 16 June 2024

Makalah hakikat manusia sebagai mahluk berfikir persfektif AlQuran

          


 Manusia merupakan ciptaan Allah SWT., yang paling sempurna di muka bumi ini. Manusia diberi kelebihan oleh Allah dibanding makhluk ciptaan yang lain, sehingga dengan kesempurnaan yang manusia miliki merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka bumi ini.

            Dalam pandangan Islam, manusia diciptakan oleh Allah dari sari pati tanah, kemudian tanah tersebut dijadikan air mani (sperma) yang ada pada seorang laki-laki, setelah terjadi persemaian antara sperma (dari seorang laki-laki) dengan indung telur (dari seorang perempuan), maka selanjutnya terjadi pembuahan di dalm rahim seorang perempuan, kemudian menjadi janin yang tumbuh berkembang didalamnya hingga akhirnya menjadi manusia sempurna. Dalam hal ini Allah ta’ala berfirman (QS. 23, Al-Mukminun ayat 12-14) yang Artinya :Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati (yang berasal) dari tanah. Kemudian saripati itu kami jadikan air mani (yang disimpan) di tempat yang kokoh (yakni rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segenggam daging, dan segenggam daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan itu sebagai makhluk (yang berbentuk) lain. Maka maha suci allah, sebaik-baik pencipta” (Depag. Al-Qur”an dan Terjemah, 2005 : 527).

            Berbagai disiplin ilmu telah lahir dan berkembang akibat dari kajian tentang manusia. Namun demikian, pertanyaan mengenai siapakah manusia dan apakah hakekat manusia yang sebenarnya tidak pernah, bahkan tidak akan terjawab secara tuntas dalam kajian berbagai disiplin ilmu tersebut. Dalam sejarah kemanusiaan manusia selalu menjadi subjek dan objek atas pertanyaan siapa dirinya, al-Qur’an surat al-Dzariyat/51 ayat 21 mempertegas maksud dari pernyataan ini,….wa fi anfusikum afala tubsirun?

            Muthahhari (1993) dalam penelitiannya mengungkapkan be berapa mazhab atau golongan yang mencoba “mendefinisikan” manusia dengan berbagai sudut pandang dan titik beranjak yang ber beda, sehingga mereka berbeda pula dalam kesimpulannya tentang siapakah manusia itu. Diantara mazhab tersebut adalah mazhab filosof dan mazhab sufisme.

            Para filosof, termasuk filosof Yunani sebagai pengurai awal kajian manusia, seperti Pythagoras (W. 600 SM), Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) telah berusaha mengenalkan siapakah manusia itu, namun kajian-kajian awal ini masih belum memuaskan. Sebagai refleksi dari kajian awal ini, pada akhirnya muncul para filosof modern di Barat yang juga berusaha menampilkan berbagai tafsir ten tang manusia. Diantara tokoh tersebut adalah Friedrich Nietzsche (1844-1900), ia mengatakan bahwa manusia sempurna (super man/overman), adalah manusia yang memiliki kekuasaan dan kebebasan. Nietzsche tidak menghubungkan manusia sempurna dengan Tuhan, karena menurutnya Tuhan telah mati. Agama hanya lah buatan orang-orang lemah untuk dapat melindungi dirinya dari orang yang kuat. Pendapat yang hampir semakna dengan pendapat di atas , dikemukakan oleh Karl Mark(1818-1883), namun dalam be berapa hal ini berbeda, misalnya ia mengatakan bahwa agama dicip takan oleh orang kuat untuk menindas orang lemah. Di sisi lain, Ar thur Schopenhauer (1788-1868 M) mengatakan bahwa manusia yang merupakan produk tertinggi dari dunia merupakan makhluk yang termalang dan kemalangan tersebut akan sirna jika manusia men galami kematian. Pandangan Athur lahir dari konsepnya tentang dunia yang dia anggap sebagai penuh kemalangan dan kesengsaraan (Asnawi, 2008 : 1-2)

            Secara lebih detail para psikilog dengan tokohnya Sigmund Freud dan Behaviorisme dengan tokoh semisal Watson & Skiner serta aliran Empirisme dengan tokohnya Hobbes mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang tidak berbeda jauh dengan binatang, yaitu ma khluk yang digerakkan oleh mekanisme asosiasi diantaranya sensasi sensasi yang tunduk pada naluri biologis, tunduk pada lingkungan dan hukum gerak dan tak ubahnya mesin tanpa jiwa.

            Dalam konteks filsafat Islam, muncul Ibn Sina dan filosof awal lainnya yang memandang bahwa hakekat manusia terletak pada kualitas mentalnya dan kemampuan berpikirnya. Mazhab yang lain adalah mazhab tasawuf atau mazhab cinta. Cinta dalam konteks tasawuf menurut Muthahhari adalah pengabdi an penuh cinta kepada Alloh. Tidak seperti mazhab filosof yang merupakan mazhab pemikiran (intelek) tanpa gerakan, mazhab ta sawuf justru penuh dengan praktek dan gerakan. Bahkan menurut Muthahhari gerakannya tersebut lebih bersifat vertical ketimbang horizontal, kedati pada akhirnya ia akan mengambil arah horizontal. Mereka tidak mempercayai penalaran dan pemikiran sebagai sarana kemajuan, menurut mereka roh manusialah yang bergerak mencapai Tuhan. 

            Ungkapan hakikat manusia mengacu kepada kecenderungan tertentu secara berurutan dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak berubah-ubah. Yaitu identitas esenseal yang menyebabkan sesuatu menjadi dirinya sendiri. Dalam kaitannya dengan bab ini, manusia pada dsarnya adalah ma khluk yang memiliki kemampuan yang dapat menggerakkan hudpnya untuk dapat memenuhi keutuhan-kebutuhannya. Baik kebutuhan secara individu maupun secara social. Contoh kebutuhan secara indi vidu adalah kebutuhan primer seperti sndang, pangan, dan papan. Dalam memenuhi kebutuhan primer, manusia tidak mungkin mendapatkannya secara individu, karena keterbatasan manusia ter sebut. Maka dibutuhkannya manusia yang lain seperti petani yang menghasilkan padi, penjahit yang membuat pakaian, tukang bangunan yang membuat rumah, dan lain-lain. Interaksi-interaksi antar manusia ini ,menghasilkan pola social yang mengharuskan manu sia satu dengan lainnya saling mengenal walaupun tidak selamanya terikat. 

            Manusia sebagai makhluk social memiliki fungsi bilogis, proteksi, sosialisasi atau pendidikan. Kategori fungsi biologis adalah manusia hidup salah satunya untuk mengembangkan keturunan. Dibutuhkan saling mengenal antara satu individu (laki-laki) dengan individu yang lain (perempuan). Dalam hal fungsi proteksi, manusia membutuhkan rasa aman, rasa aman tersebut tidak mungkin bias dating dari diri sendiri, maka dibutuhkanlah manusia yang lain dalam wujud lingkungan masyarakat yang aman. Dalam bidang sosialisasi atau pendidikan, manusia membutuhkan suatu pengajaran atau ilmu yang dapat membuat hidupnya lebih baik, fungsi inilah yang menjadi pokok hakikat manusia tersebut, karena perkembangan pola piker, moral yang baik, serta tata cara hidup yang benar semuanya ada da lam pendidikan.

            Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk mengekspresi kan dirinya karena dengan pendidikan manusia mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan tujuan yang positif, serta mampu mengontrol perilaku hidupnya. Makna yang terkandung disini adalah bahwa pen didikan bukan hanya sebagai ilmu atau wacana, tetapi isi dalam pen didikan tersebut dijadikan landasan hidup. Inilah yang membuat suatu peradaban manusia menjadi lebih baik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Musa Asy’ari, minimal ada istilah yang digunakan al-Qur’an dalam mengungkap hakekat manusia, yaitu: al-Basyar, al-Insan, al-Nas. (Nizar, 2000: 29).

1. Al-Basyar

            Kata al-Basyar dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al-Basyar berarti kulit kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut penamaan tersebut menunjukkan bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah kulitnya, disbanding rambut atau kulitnya. Pada aspek ini terlihat perbrdaan umum biologis manusia dengan makhluk lainnya yang didomonasi oleh bulu dan rambut. Manusia dalam pengertian Basyar adalah manusia seperti yang tampak pada lahiriah atau fisiknya yang menempati ruang dan waktu, memenuhi kebutuhan biologisnya seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan dan lainnya. Dalam konteks ini, menurut ibn katsir nabi juga disebut basyar (QS. Al –kahfi/18 ayat 110). Dalam al-Qur’an kata basyar yang disebutkan digunakan untuk pengertian lahiriah manusia seperti: (1) untuk pengertian kulit manu sia (QS. Al-Muddatsir/74 ayat 27, s/d 29). (2) untuk pengertian per sentuhan kulit laki-laki dan perempuan atau bersetubuh, (3) untuk menyatakan tentang kematian manusia.

2. Al-Insan

            Kata al-insan yang berasal dari kata al-uns dinyatakan dalam al Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimolo gi kata al-insan dapat diartikan dengan harmonis, lemah lembut, tam pak dan pelupa. Kata ini digunakan untuk menyatakan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Perpaduan antara fisik dan psikis akan menjadikan manusia menjadi makhluk yang berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengembangkan ilmu penge tahuan dan berperadaban serta hal lainnya. Kata al-insan dan yang serumpun dengannya juga digunakan untuk menjelaskan karakteristik dan sifat umum manusia, yaitu: (1) Manusia menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tidak ia ketahui Qs. Al-Alaq/96 ayat 1-5, (2) genbira dapat nikmat dan susah bila dapat cobaan QS. As-Syuura/42 ayat 48, (3) Manusia sering ber tindak bodoh dan zalim, QS. Al-Ahzab/33 ayat 72 (4) Manusia sering ragu dalam memutuskan persoalan, Qs. Al-Maryam/19 ayat 66-67, (5) Manusia adalah makhluk yang lemah QS. An-Nisa’/4 ayat 28 dan masih banyak ayat lainnya.

3. An-Nas

            Kata al-nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat. Kata ini menunjukkan pada eksistensi manu sia sebagai makhluk social secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan dan kekafirannya

            Dalam penggunaan selanjutnya, kata an-Nas digunakan untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai kegiatan untuk mengembangkan kegiatannya, seperti: (1) melakukan kegiatan peternakan QS. Al-Qasas/28 ayat 23, (2) kemam puan melakukan pelayaran dan perubahan social QS. Al-Baqarah/ayat 164 (3) kemampuan manusia dalam memimpin QS. Al-Baqarah/2 ayat 124 dan ketaatannya dalam beribadah Qs. Al-Baqarah/2 ayat 21

         Selain menggunakan tiga istilah yang sudah dijelaskan di atas, al-Qur’an ketika menyebut manusia juga menggunakan kata Bani Ad am. Kata ini terulang sebanyak 7 kali dan tersebar dalam 3 surat. Menurut Thabathaba’i, penggunaan kata bani adam menunjukkan arti pada keturunan nabi Adam a.s.

            Al-Ghazali menguraikan proses penciptaan manusia secara luas dalam kitabnya yang berjudul al-Madnun as-Shagir. Dalam kitab ter sebut al-Ghazali menjelaskan QS. 15/ayat 29, dan QS. 38 ayat 72 yang artinya “ maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya dan kuti upkan kepadanya roh (ciptaan) ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”. 

            Pembentukan (tasywiyah) merupakan suatu proses yang tim bul di dalam materi membuatnya cocok untuk menerima roh. Materi itu merupakan saripatih tanah liat nabi Adam yang merupakan cikal bakal bagi keturunannya. Cikal bakal atau sel benih (nutfah) ini yang semula tanah liat, setelah melewati berbagai proses akhirnya menjadi manusia. Tanah liat berubah menjadi makanan (melalui tanaman dan hewan). Makanan menjadi darah, darah menjadi sperma jantan dan indung telur betina. Sperma jantan kemudian bersatu dengan indung telur betina didalam suatu wadah (rahim) hasil dari persatuan yang terjadi di dalam rahim ini setelah melalui suatu proses transformasi yang panjang mencapai resam tubuh yang harmonis (jibillah) dan menjadi cocok untuk menerima ruh. Ketika terjadi pertemuan antara jasad (materi) dan ruh Tuhan, terbentuklah satu makhluk baru yang bernama manusia.   

  

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home