Saturday, 15 June 2024

HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAHLUK YANG BERFIKIR

           


              Manusia merupakan makhluk unik. Ia memiliki kekhasan yang tidak dimiliki makhluk-makhluk Allah lainnya. Ia menjadi subyek sekaligus menjadi obyek kajian dan penelitian para filusuf, ilmuan maupun para teolog. Mereka berusaha mencari jawaban tentang hakikat manusia yang terkait dengan pertanyaan-pertanyaan sekitar siapakah manusia, dari mana asalnya, apa fungsi dan perannya dalam kehidupan serta kemana perjalanan manusia setelah kehidupan ini. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat beragam, tergantung pada perspektif ilmu, filsafat maupun agama yang sangat beragam dan yang diyakininya. Meskipun demikian, diantara mereka ada substansi yang mempertemukan keragaman pandangan, yaitu ‘adanya sesuatu yang menjadikan manusia sebagai makhluk unik yang memiliki perbedaan dengan makhluk selain manusia. Menurut sejarah manusia mulai hidup di muka bumi pada 2000-an tahun yang lalu, terkenal sebagai makhluk yang dapat hidupberkelompok, melahirkan anak dan memeliharanya serta mengembangkan kebudayaan. Berbeda dengan hewan yang lebih rendah tingkatannya, manusia sering juga disebut sebagai hewan yang memerlukan pendidikan, dapat dididik, dan dapat mendidik. Manusia yang tersebar di seluruh muka bumi ini memiliki pengalaman yang serupa yaitu melahirkan dan memelihara anak serta mewariskan kebudayaan kepada anak-anaknya. Gejala memelihara anak merupakan gejala universal, namun pemikiran terhadap gejala tersebut tidak sama pada semua masyarakat. Ada masyarakat yang memikirkan pendidikan anak secara rutin tradisional ada yang secara ilmiah, malahan ada pula yang secara filosofis. Pemikiran tentang pendidikan anak yang berbeda-beda tersebut dapat ditemukan dalam berbagai kebudayaan manusia baik yang terdapat dalam masyarakat yang sedang berkembang maupun dalam masyarakat maju

        Manusia merupakan makhluk hidup yang kemudian diberi na ma sebagai homo sapiens sebenarnya telah berevolusi sejak 200.000 – 300.000 tahun yang lalu. Homo sapiens tersebut tersebar dimuka bumi dan berkembang menjadi empat ras pokok yaitu : (1) ras australoid yang hampir kandas dan sisanya kini masih hidup didaerah pedalaman Australia, (2) ras mongoloid yang kini merupakan ras yang ada di benua Asia, (3) ras kaukasoid yang kini tersebar di Eropa, Afrika sebelah utara, Asia barat daya, Australia, dan Amerika utara dan selatan,dan (4) ras negroid yang kini menduduki benua Afrika. Hal yang mengagumkan pada homo sapiens tersebut adalah kemampuan berfikirnya, sehingga bertahan hidup serta mengembangkan kebudayaan. Tingkat kemajuan kebudayaan dimuka bumi tidak sama, sehingga dewasa ini dapat ditemukan adanya kebudayaan dalam masyarakat sedang berkembang dan masyarakat maju. Pada umumnya masyarakat sedang berkembang ditemukan dinegara-negara disebelah selatan katulistiwa, sedangkan masyarakat maju berada dalam negara-negara disebelah utara katulistiwa (Ardana, 1986 : 5).

            Bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat berfikir dapat diketahui dalam kehidupan sehari-hari. Bila pemikiran manusia tersebut diepelajari, dapat ditemukan adanya 4 (empat) golongan pemikiran sebagai berikut: (a) pemikiran pseudo ilmiah, (b) pemikiran awam, (c) pemikiran ilmiah, dan (d) pemikiran filosofis. Pemikiran pseudo ilmiah, umumnya dapat ditemukan dalam kebudayaan mistis, Pemikiran pseudo ilmiah menitik beratkan pada spekulasi kepercayaan. Sisa pemikiran pseudo ilmiah dapat ditemukan dalam astrologi atau buku primbon. Pemikiran awam, dilakukan oleh orang dewasa dengan menggunakan akal sehat. Orang yang menghadapi kesukaran hidup, memecahkan masalahnya berdasarkan akal sehat, tanpa melakukan penelitian ilmiah yang sistematis. Pemikiran ilmiah yang merupakan pemikiran obyektif teoritis tentang dunia empiris merupakan pemikiran terbuka dan tidak selesai, dan berorientasi pada kebenaran hipotesis. Pemikiran ilmiah ini pada umumnya dilaksanakan berdasarkan metode-metode ilmu pengetahuan dalam arti sesuai dengan tata kerja dan tata pikir cabang ilmu pengetahuan tertentu. Pemikiran filosofis merupakan kegiatan berpikir reflektif teoritis. Proses reflektif tersebut merupakan enam kegiatan utama yang berupa kegiatan analisis, pemahaman, deskripsi, penilaian, penafsiran, dan perekaan. Kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk memperoleh kejelasan, kecerahan, keterangan, pembenaran, pengertian, dan penyatupaduan tentang obyek. Sedangkan yang dimaksud obyek adalah segala yang ada dan mungkin ada (Ardana, 1986 : 5-6).  

Labels: , , , , ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home