Manusia merupakan ciptaan Allah SWT., yang paling sempurna
di muka bumi ini. Manusia diberi kelebihan oleh Allah dibanding
makhluk ciptaan yang lain, sehingga dengan kesempurnaan yang
manusia miliki merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas
mereka sebagai khalifah di muka bumi ini.
Dalam pandangan Islam, manusia diciptakan oleh Allah dari sari
pati tanah, kemudian tanah tersebut dijadikan air mani (sperma) yang
ada pada seorang laki-laki, setelah terjadi persemaian antara sperma
(dari seorang laki-laki) dengan indung telur (dari seorang perempuan),
maka selanjutnya terjadi pembuahan di dalm rahim seorang
perempuan, kemudian menjadi janin yang tumbuh berkembang
didalamnya hingga akhirnya menjadi manusia sempurna. Dalam hal
ini Allah ta’ala berfirman (QS. 23, Al-Mukminun ayat 12-14) yang Artinya :Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati (yang
berasal) dari tanah. Kemudian saripati itu kami jadikan air mani (yang
disimpan) di tempat yang kokoh (yakni rahim). Kemudian air mani itu
kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan
segenggam daging, dan segenggam daging itu kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang kami bungkus dengan daging. Kemudian
kami jadikan itu sebagai makhluk (yang berbentuk) lain. Maka maha
suci allah, sebaik-baik pencipta” (Depag. Al-Qur”an dan Terjemah,
2005 : 527).
Berbagai disiplin ilmu telah lahir dan berkembang akibat dari
kajian tentang manusia. Namun demikian, pertanyaan mengenai
siapakah manusia dan apakah hakekat manusia yang sebenarnya
tidak pernah, bahkan tidak akan terjawab secara tuntas dalam kajian
berbagai disiplin ilmu tersebut.
Dalam sejarah kemanusiaan manusia selalu menjadi subjek dan
objek atas pertanyaan siapa dirinya, al-Qur’an surat al-Dzariyat/51 ayat 21 mempertegas maksud dari pernyataan ini,….wa fi anfusikum
afala tubsirun?
Muthahhari (1993) dalam penelitiannya mengungkapkan be
berapa mazhab atau golongan yang mencoba “mendefinisikan”
manusia dengan berbagai sudut pandang dan titik beranjak yang ber
beda, sehingga mereka berbeda pula dalam kesimpulannya tentang
siapakah manusia itu. Diantara mazhab tersebut adalah mazhab
filosof dan mazhab sufisme.
Para filosof, termasuk filosof Yunani sebagai pengurai awal
kajian manusia, seperti Pythagoras (W. 600 SM), Plato (427-347 SM)
dan Aristoteles (384-322 SM) telah berusaha mengenalkan siapakah
manusia itu, namun kajian-kajian awal ini masih belum memuaskan.
Sebagai refleksi dari kajian awal ini, pada akhirnya muncul para filosof
modern di Barat yang juga berusaha menampilkan berbagai tafsir ten
tang manusia. Diantara tokoh tersebut adalah Friedrich Nietzsche
(1844-1900), ia mengatakan bahwa manusia sempurna (super
man/overman), adalah manusia yang memiliki kekuasaan dan
kebebasan. Nietzsche tidak menghubungkan manusia sempurna
dengan Tuhan, karena menurutnya Tuhan telah mati. Agama hanya
lah buatan orang-orang lemah untuk dapat melindungi dirinya dari
orang yang kuat. Pendapat yang hampir semakna dengan pendapat di
atas , dikemukakan oleh Karl Mark(1818-1883), namun dalam be
berapa hal ini berbeda, misalnya ia mengatakan bahwa agama dicip
takan oleh orang kuat untuk menindas orang lemah. Di sisi lain, Ar
thur Schopenhauer (1788-1868 M) mengatakan bahwa manusia yang
merupakan produk tertinggi dari dunia merupakan makhluk yang
termalang dan kemalangan tersebut akan sirna jika manusia men
galami kematian. Pandangan Athur lahir dari konsepnya tentang
dunia yang dia anggap sebagai penuh kemalangan dan kesengsaraan
(Asnawi, 2008 : 1-2)
Secara lebih detail para psikilog dengan tokohnya Sigmund
Freud dan Behaviorisme dengan tokoh semisal Watson & Skiner serta aliran Empirisme dengan tokohnya Hobbes mendefinisikan manusia
sebagai makhluk yang tidak berbeda jauh dengan binatang, yaitu ma
khluk yang digerakkan oleh mekanisme asosiasi diantaranya sensasi
sensasi yang tunduk pada naluri biologis, tunduk pada lingkungan dan
hukum gerak dan tak ubahnya mesin tanpa jiwa.
Dalam konteks filsafat Islam, muncul Ibn Sina dan filosof awal
lainnya yang memandang bahwa hakekat manusia terletak pada
kualitas mentalnya dan kemampuan berpikirnya.
Mazhab yang lain adalah mazhab tasawuf atau mazhab cinta.
Cinta dalam konteks tasawuf menurut Muthahhari adalah pengabdi
an penuh cinta kepada Alloh. Tidak seperti mazhab filosof yang
merupakan mazhab pemikiran (intelek) tanpa gerakan, mazhab ta
sawuf justru penuh dengan praktek dan gerakan. Bahkan menurut
Muthahhari gerakannya tersebut lebih bersifat vertical ketimbang
horizontal, kedati pada akhirnya ia akan mengambil arah horizontal.
Mereka tidak mempercayai penalaran dan pemikiran sebagai sarana
kemajuan, menurut mereka roh manusialah yang bergerak mencapai
Tuhan.
Ungkapan hakikat manusia mengacu kepada kecenderungan
tertentu secara berurutan dalam memahami manusia. Hakikat
mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak berubah-ubah. Yaitu
identitas esenseal yang menyebabkan sesuatu menjadi dirinya sendiri.
Dalam kaitannya dengan bab ini, manusia pada dsarnya adalah ma
khluk yang memiliki kemampuan yang dapat menggerakkan hudpnya
untuk dapat memenuhi keutuhan-kebutuhannya. Baik kebutuhan
secara individu maupun secara social. Contoh kebutuhan secara indi
vidu adalah kebutuhan primer seperti sndang, pangan, dan papan.
Dalam memenuhi kebutuhan primer, manusia tidak mungkin
mendapatkannya secara individu, karena keterbatasan manusia ter
sebut. Maka dibutuhkannya manusia yang lain seperti petani yang
menghasilkan padi, penjahit yang membuat pakaian, tukang
bangunan yang membuat rumah, dan lain-lain. Interaksi-interaksi antar manusia ini ,menghasilkan pola social yang mengharuskan manu
sia satu dengan lainnya saling mengenal walaupun tidak selamanya
terikat.
Manusia sebagai makhluk social memiliki fungsi bilogis,
proteksi, sosialisasi atau pendidikan. Kategori fungsi biologis adalah
manusia hidup salah satunya untuk mengembangkan keturunan.
Dibutuhkan saling mengenal antara satu individu (laki-laki) dengan
individu yang lain (perempuan). Dalam hal fungsi proteksi, manusia
membutuhkan rasa aman, rasa aman tersebut tidak mungkin bias
dating dari diri sendiri, maka dibutuhkanlah manusia yang lain dalam
wujud lingkungan masyarakat yang aman. Dalam bidang sosialisasi
atau pendidikan, manusia membutuhkan suatu pengajaran atau ilmu
yang dapat membuat hidupnya lebih baik, fungsi inilah yang menjadi
pokok hakikat manusia tersebut, karena perkembangan pola piker,
moral yang baik, serta tata cara hidup yang benar semuanya ada da
lam pendidikan.
Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk mengekspresi
kan dirinya karena dengan pendidikan manusia mampu mengarahkan
dirinya ke arah tujuan tujuan yang positif, serta mampu mengontrol
perilaku hidupnya. Makna yang terkandung disini adalah bahwa pen
didikan bukan hanya sebagai ilmu atau wacana, tetapi isi dalam pen
didikan tersebut dijadikan landasan hidup. Inilah yang membuat suatu
peradaban manusia menjadi lebih baik.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Musa Asy’ari, minimal
ada istilah yang digunakan al-Qur’an dalam mengungkap hakekat
manusia, yaitu: al-Basyar, al-Insan, al-Nas. (Nizar, 2000: 29).
1. Al-Basyar
Kata al-Basyar dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali
dan tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al-Basyar berarti kulit
kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut
penamaan tersebut menunjukkan bahwa secara biologis yang mendominasi manusia adalah kulitnya, disbanding rambut atau kulitnya.
Pada aspek ini terlihat perbrdaan umum biologis manusia dengan
makhluk lainnya yang didomonasi oleh bulu dan rambut.
Manusia dalam pengertian Basyar adalah manusia seperti
yang tampak pada lahiriah atau fisiknya yang menempati ruang dan
waktu, memenuhi kebutuhan biologisnya seperti makan, minum,
seks, keamanan, kebahagiaan dan lainnya. Dalam konteks ini,
menurut ibn katsir nabi juga disebut basyar (QS. Al –kahfi/18 ayat
110).
Dalam al-Qur’an kata basyar yang disebutkan digunakan untuk
pengertian lahiriah manusia seperti: (1) untuk pengertian kulit manu
sia (QS. Al-Muddatsir/74 ayat 27, s/d 29). (2) untuk pengertian per
sentuhan kulit laki-laki dan perempuan atau bersetubuh, (3) untuk
menyatakan tentang kematian manusia.
2. Al-Insan
Kata al-insan yang berasal dari kata al-uns dinyatakan dalam al
Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimolo
gi kata al-insan dapat diartikan dengan harmonis, lemah lembut, tam
pak dan pelupa.
Kata ini digunakan untuk menyatakan totalitas manusia sebagai
makhluk jasmani dan rohani. Perpaduan antara fisik dan psikis akan
menjadikan manusia menjadi makhluk yang berbudaya yang mampu
berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengembangkan ilmu penge
tahuan dan berperadaban serta hal lainnya.
Kata al-insan dan yang serumpun dengannya juga digunakan
untuk menjelaskan karakteristik dan sifat umum manusia, yaitu: (1)
Manusia menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tidak ia
ketahui Qs. Al-Alaq/96 ayat 1-5, (2) genbira dapat nikmat dan susah
bila dapat cobaan QS. As-Syuura/42 ayat 48, (3) Manusia sering ber
tindak bodoh dan zalim, QS. Al-Ahzab/33 ayat 72 (4) Manusia sering
ragu dalam memutuskan persoalan, Qs. Al-Maryam/19 ayat 66-67, (5) Manusia adalah makhluk yang lemah QS. An-Nisa’/4 ayat 28 dan
masih banyak ayat lainnya.
3. An-Nas
Kata al-nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan
tersebar dalam 53 surat. Kata ini menunjukkan pada eksistensi manu
sia sebagai makhluk social secara keseluruhan, tanpa melihat status
keimanan dan kekafirannya
Dalam penggunaan selanjutnya, kata an-Nas digunakan untuk
menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang
mempunyai kegiatan untuk mengembangkan kegiatannya, seperti: (1)
melakukan kegiatan peternakan QS. Al-Qasas/28 ayat 23, (2) kemam
puan melakukan pelayaran dan perubahan social QS. Al-Baqarah/ayat
164 (3) kemampuan manusia dalam memimpin QS. Al-Baqarah/2 ayat
124 dan ketaatannya dalam beribadah Qs. Al-Baqarah/2 ayat 21
Selain menggunakan tiga istilah yang sudah dijelaskan di atas,
al-Qur’an ketika menyebut manusia juga menggunakan kata Bani Ad
am. Kata ini terulang sebanyak 7 kali dan tersebar dalam 3 surat.
Menurut Thabathaba’i, penggunaan kata bani adam menunjukkan
arti pada keturunan nabi Adam a.s.
Al-Ghazali menguraikan proses penciptaan manusia secara luas
dalam kitabnya yang berjudul al-Madnun as-Shagir. Dalam kitab ter
sebut al-Ghazali menjelaskan QS. 15/ayat 29, dan QS. 38 ayat 72 yang
artinya “ maka apabila telah kusempurnakan kejadiannya dan kuti
upkan kepadanya roh (ciptaan) ku; maka hendaklah kamu tersungkur
dengan bersujud kepadanya”.
Pembentukan (tasywiyah) merupakan suatu proses yang tim
bul di dalam materi membuatnya cocok untuk menerima roh. Materi
itu merupakan saripatih tanah liat nabi Adam yang merupakan cikal
bakal bagi keturunannya. Cikal bakal atau sel benih (nutfah) ini yang
semula tanah liat, setelah melewati berbagai proses akhirnya menjadi
manusia. Tanah liat berubah menjadi makanan (melalui tanaman dan hewan). Makanan menjadi darah, darah menjadi sperma jantan dan
indung telur betina. Sperma jantan kemudian bersatu dengan indung
telur betina didalam suatu wadah (rahim) hasil dari persatuan yang
terjadi di dalam rahim ini setelah melalui suatu proses transformasi
yang panjang mencapai resam tubuh yang harmonis (jibillah) dan
menjadi cocok untuk menerima ruh. Ketika terjadi pertemuan antara
jasad (materi) dan ruh Tuhan, terbentuklah satu makhluk baru yang
bernama manusia.
Labels: hakikat manusia, ilmu pendidikan